Selasa, 14 Mei 2013

Jagalah Dia Untukku


Pagi Bekasi, aku membuka jendela kamarku. Malam telah berganti pagi, menyisakan embun pagi yang akan segera hilang tertelan hangatnya mentari. Kicauan burung terdengar mengalun, memberikan keindahan pagi ini. Sebentar membantu kedua orangtua menyiapkan sarapan kemudian bergegas mandi untuk pergi ke sekolah.
Fazriyah Azzahra. Aku gadis yang shalehah, terlahir dari keluarga yang harmonis dan berkecukupan. Walaupun aku bukan terlahir dari keluarga seorang ustad atau ustadzah, bukan juga keluaran pesantren, tapi aku bisa menjadi penyemangat ibadah keluargaku.
Jarum jam tanganku sudah menunjukkan pukul 06.30 pagi. Setelah menyantap sarapan buatan mamah, segera aku melangkah menuju sekolah. Aku menyusuri lorong sekolah menuju kelas namun sebelumnya aku harus melewati perpustakaan, laboratorium dan ruang guru.
“Gubrak..!!” Aku menabrak sesuatu dihadapanku membuat semua buku-buku genggamanku terjatuh. Siapakah sosok yang kutabrak ini, mencoba menoleh ke arahnya. Nampaknya seorang pria tinggi, berkulit putih dan shaleh.
“Hati-hati yah..” ucapnya melepas senyum dari bibirnya.
Aku menatap wajahnya dalam-dalam. Bibirku berat untuk berucap, seperti ada sebuah sengatan listrik yang menyambar tubuhku, terutama hati ini. Nafasku begitu berat.
“Kamu gak apa-apa kan?” tanyanya menyadarkan lamunanku.
“Gak kok” seraya membungkuk memunguti buku-bukuku yang terjatuh. Kulanjutkan langkahku. Namun masih terbayang sosok pria tadi. *teeng* suara bel mengagetkan lamunanku. Lalu aku dengan tergopoh-gopoh berlari menuju kelasku.
“Assalamu’alaikum Faz, kau telat lagi, Pak Bahri pelajaran pertama loh” Sapa Kheisya, teman sebangku ku.
“Waalaikumsalam Sya. Hehe.. Tadi ada gangguan pas kesini” Jawabku. Entah kenapa aku masih belum ingin menceritakan soal kejadian tadi kepada sahabatku ini. Mungkin aku perlu menenangkan diri sebentar. Selama pelajaran Pak Bahri, aku masih melamunkan sosok pria itu. Siapakah pria itu?
*****
Angin di pagi itu berhembus sangat pelan. Sementara suara-suara kesibukkan terasa terdengar ke telinga. Tak lupa, aku ucap syukur kepada Allah, karena aku masih diberikan anugerah untuk bisa membuka mata kembali dan menikmati indahnya alam ini.
“Selamat pagi mah..” Kudekati mamah yang sedang memasak nasi goreng untuk sarapanku. Kucium keningnya.
“Selamat pagi anakku tersayang, tumben pagi ini ceria sekali” Aku hanya balas dengan senyuman. Pagi ini terasa ada yang mengganjal di hati.
*****
Di sekolah aku bercerita kepada Kheisya tentang kejadian soal kemarin.
“Assalamu’alaikum Kheisya” Aku segera menyapa Kheisya yang sedang duduk sambil melihat ke luar jendela.
“Wa’alaikumsalam Fazriyah” Ia melontarkan senyum lesung pipitnya kepadaku.
Kemudian aku menyimpan tasku di atas meja, duduk di sebelah Kheisya, lalu terdiam sejenak. “hahhh…” Aku menarik nafas panjang untuk melepas lelahku berjalan dari rumah sampai ke kelas ini. Suasana ruang kelas yang berisik seakan telah menjadi senandung rutin tiap harinya. Disudut depan kanan sana, sudah banyak yang bergossip, sedangkan di sudut belakangnya mereka sibuk mengerjakan tugas yang belum terselesaikan di rumah atau memang mereka lupa mengerjakannya. Entahlah.
“Sya, kemarin aku bertemu dengan pria yang tampan dan shaleh. Ia menabrakku saat keluar dari ruang guru. Apa kamu kenal sama dia?”
“Ouh iya katanya ada kabar kalau di sekolah kita ada anak baru, namanya Fatih, dia anak XII 4. Dia seorang pemuda yang tekun beribadah, rajin mengaji, tidak banyak cakap tapi pekerja keras, kalau kata iklan sih ‘talk less do more’ hehe..” Aku mendengarkan dengan teliti, Kheisya menceritakan tentang Fatih panjang lebar. Heran, dia dapat info sebenyak itu dari siapa?
*****
Bel istirahat berbunyi, murid-murid pun berjalan menuju arah kantin. Aku dan Kheisya pun begitu. Tiba-tiba saja mataku terbelalak tertuju ke arah pria yang sedang duduk di meja kantin pojok sana.
“Kheisya, temani aku menemui kak Fatih yuk”
“Boleh, tapi jangan lama-lama yah, perut aku udah kerocongan nih” tukasnya. Dengan jalan perlahan aku datangi kak Fatih yang sedang duduk.
“Kak, maaf soal kemarin pagi. Saya tidak sengaja” Kataku.
“Oh, yang kemarin itu, gpp kok, lupain aja itu ketidaksengajaan”
“Kalau boleh tau nama kakak siapa?”
“Saya Fatih, kelas XII 4”
“Saya Fazriyah kelas XI 2. Salam kenal ya kak” Lalu aku dan Kheisya bergegas pergi dari tempat kak Fatih berada.
Hatiku berbunga-bunga, rasanya bahagia bukan kepalang. Aku seperti mendapat sebuah hadiah terindah karena aku bisa berkenalan dengannya. Duduk bersandar di bangku taman sambil menikmati snack yang baru saja kubeli di kantin bersama sahabatku Kheisya. Kebiasaan inilah yang kulakukan menghabiskan jam istirahat.
*****
Diketika hari mulai meredam, mentari hanya tersenyum sedikit saja. Aku masih terdiam tanpa kata, karena masih memikirkan pemuda itu. Aku merasa hal ini adalah yang paling bodoh yang dirasakan olehku.
Saat itu juga aku mencoba hempaskan tubuhku yang lunglai diatas kasur. Sejenak melepas penat di kepala. Kak Fatih memang sangat taat beribadah termasuk dalam menjaga hatinya dari cinta yang belum waktunya. Memang kak Fatih dambaan semua wanita terutama aku.
“Subhanallah, pemuda itu tampan sekali shaleh pula, tapi sayang aku bukan siapa-siapanya dan tidak berhak memandangnya terlalu lama.” Kataku dalam hati. Hari demi hari akhirnya aku kenal dan akrab dengan kak Fatih karena setiap acara pengajian kami selalu bertemu.
Aku senang karena bisa akrab dengan kak Fatih, tapi aku selalu berusaha menetralisir hatiku karena aku belum berani mengubah rasa senang ini menjadi cinta. Aku punya anggapan bahwa berani mencintai harus berani menikah sehingga cinta itu bisa terjaga dari godaan syaiton, sedangkan aku merasa belum siap untuk menikah.
Aku berdo’a meminta pada Allah, “Ya Allah, aku menyukai seorang lelaki bernama Fatih, tapi demi menjaga hatiku agar selalu tetap mencintai-Mu, agar bisa jauh dari nafsu semata, Jangan dekat-dekat dengan zina aku belum berani mencintainya, karena saat ini aku belum siap menjadi halal baginya. Semua ini aku lakukan karena cintaku pada-Mu jauh lebih besar. Maka dari itu aku menitipkan dia pada-Mu, semoga Engkau masih menjaganya untukku, jadikan dia jodoh yang baik bagiku. Saat ini aku ingin mempersiapkan diri menjadi pribadi yang lebih baik untuknya. Semoga Engkau meridhoi niat baikku ini. Aamiin”
*****
Hari demi hari tidak ada hubungan spesial antara aku dan kak Fatih, tidak ada komunikasi yang berarti kecuali masalah-masalah mengenai kegiatan masjid. Hingga saatnya perpisahan kelas XII tiba. Kemudian handphoneku berdering tanda SMS masuk, isinya seperti ini:
From : Kak Fatih
Assalamu’alaikum.. Fazriyah tunggu aku hinga batas waktunya tiba
           
             Aku bingung, apa sebenarnya maksud dari SMS itu. Sempat ku balas:
To : Kak Fatih
Waalaikumsalam. Batas waktu? Maksudnya? Menunggu untuk apa?

             Namun tak ada jawabnya lagi. Aku pun tidak terlalu memikirkannya dan fokus dengan belajar untuk masa depanku.
             *****
          (7 tahun kemudian) Pada hari itu, terdengar pintu rumahku diketuk. Aku sudah lulus kuliah bidang kedokteran. Segera ku bukakan pintu dan betapa kagetnya aku ketika melihat kak Fatih bersama temannya mengunjungi rumahku.
            “Assalamu’alaikum”
            “Waalaikumsalam”
            “Faz bisa ganggu sebentar?”
            “Iya boleh, ada apa kak?”
            “Ada yang mau saya bicarakan”
            “Oh boleh, silahkan masuk saja”
            “Terimakasih”
            Saya memanggil ayahku untuk menemaniku menerima tamu yang bukan muhrim. Saat itu Fatih telah menjadi seorang pengusaha fashion muslim.
           “Emmmm, gini Faz saya kesini mau mengatakan sesuatu” Kak Fatih berkata dengan suara bergetar dan gugup.
            “Menyampaikan apa kak?”
            “Saya kesini ingin melamar kamu Faz”
            “Tujuan membentuk bahtera keluarga kakak apa?”
            “Insyaallah saya ingin memiliki keluarga sakinah mawadah warohmah yang taat pada Allah, berada di bawah naungan jalan dakwah”
        Setelah aku berbincang cukup lama dengan keluargaku, maka aku memutuskan untuk menerima lamaran kak Fatih. Ternyata dalam kebahagiaan mendengar putusan itu, kak Fatih tersenyum kecil kepadaku. Cara ia melihat tak bisa menyembunyikan rasa kebahagiaan yang terpancar wajahnya.
            “Alhamdulillah ya Allah, impian yang tak mungkin rasanya kudapatkan, ternyata dengan izin-Mu aku bisa mendapatkan orang yang aku sukai karena-Mu. Engkau mengabulkan segala do’a-do’aku” Kataku dalam batin.
           Bahkan cara aku dan kak Fatih bertemu pun suatu kisah yang tak bisa diduga dan ditebak, tak sangka dalam diam aku dan kak Fatih telah jatuh hati.
            Malam harinya, aku tak bisa tertidur karena terbayangkan bagaimana kak Fatih bisa menjadi calon suamiku. Anehnya lagi, tak sediktpun aku menyadari kalau kak Fatih menyukaiku.
            *****
           Tepat di pagi hari nan cerah, jarum jam telah berada di posisi angka sepuluh, aku dan kak Fatih resmi menikah.
         “Alhamdulillah, aku menjaga diriku utuh untukmu, untuk hari ini dan akhirnya Allah mempertemukan cinta dan kasih sayang kita. Semoga keluarga kita selalu mendapat Ridho dari-Nya” Dengan meneteskan air mata aku mengatakan di depan suamiku tercinta.
           “Aamiin.. Jadilah istri yang shalehah buatku” lalu suamiku mengecup keningku untuk pertama kalinya.
Betapa bahagianya hati ini ketika merasakan kemesraan yang sebenarnya. Hati kami selama ini sama-sama terjaga hingga akhirnya dipersatukan di dalam ikatan yang suci, dibawah ridho Allah, sah dimata manusia, sah dimata Allah.

TAMAT

0 komentar:

Posting Komentar